Rabu, 05 Oktober 2011

PENGKAJIAN PADA SISTEM PERNAPASAN


A.    PENGKAJIAN
1.      Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu. Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya. Kajian tersebut berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatann masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial. Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama gambaran kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal, serta apakah pasien tinggal sendirian atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang (discharge planning’s).
a.      Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien yang mengalami gangguan siklus O2 dan CO2 angtara lain batuk, peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada.
1)      Batuk (cough)
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan system pernapsan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami batuk (misal: satu minggu, tiga bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal: pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktivitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau nonproduktif dan berdahak atau kering.
2)      Peningkatan produksi sputum
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkhial secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (‘normal cleansing mechanism’). Namun produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau, putih atau kelabu, dan jernih. Pada keadaan edema paru-paru, sputum akan berwarna merah muda karena mengandung darah dengan jumlah yang banyak.
3)      Dispnea
Dispnea merupakan  suatu persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan merupakan perasaan subjektif pasien. Perawat mengkaji tentang kemampuan pasien saat melakukan aktivitas. Sebagai contoh, ketika berjalan apakah pasien mengalami dispnea? Perlu dikaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dispnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru-paru kronis dan gagal jantung kiri.
4)      Hemoptitis
Hemoptitis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, pardarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru-paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru-paru distimulasi segera oleh reflex baruk. Penyakit yang menyebabkan hemoptitis antara lain bronchitis kronik, brokhietaksis, tuberkolosis paru-paru, cystic fibrosis, upper airway necrotizing granuloma, emboli paru-paru, pneumonia, kanker paru-paru, dan abses paru-paru.
5)      Chest pain
Nyeri dada (chest pain) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru-paru.
b.      Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan pasien. Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut:
1)      Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, emfisema, dan bronchitis kronis. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa nonperokok. Anamnesis harus mencakup:
-          Usia mulainya merokok secara rutin
-          Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari
-          Usia menghentikan kebiasaan merokok
2)      Pengobatan saat ini dan masa lalu
3)      Alergi
4)      Tempat tinggal
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan social pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga hal yait:
1)      Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberculosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akad dapat diketahui sumber penularannya.
2)      Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
3)      Pasien bronkhitis kronik mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
1.      Kajian Sistem (Head to Toe)
a.      Inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
1)      Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk.
2)      Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3)      Tindakan dilakukan dari atas sampai bawah
4)      Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi, dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
5)      Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6)      Observasi tipe pernapsan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapsan.
7)      Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirsi (I) dan fase ekprisari (E).
8)      Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau pleura.
b.      Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks bergunan untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan bengkak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama pada psien yang mengeluh nyeri. Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).
c.       Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
1)      Suara perkusi normal
·         Resonan (sonor)   : dihasilkan pada jaringan paru-paru normal umumnya bergaung dan bernada rendah
·         Dullness                : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
·         Tympany               : dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical.
2)      Suara perkusi abnormal
·         Hiperresonan       : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi uadara.
·         Flatness                : nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah paha, di mana seluruh areanya berisi jaringan.
d.      Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup mendengarkan suara napas normal dan suara tambahan (abnormal). Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
1)      Jenis suara napas normal adalah:
·         Bronchial: sering juga disebut ‘tubular sound’ karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekpirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk suprastenal.
·         Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas bronchial dan vesicular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasinya sama panjang dengan ekpirasi. Suara ini terdengar di daerah dada di mana brokhus tertutup oleh dinding dada.
·         Vesicular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
2)      Jenis suara napas tambahan adalah:
·         Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas menyempit.
·         Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekpirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubung dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
·         Pleural friction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri pada saat napas dalam.
·         Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
i.          Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
ii.        Coarse crackles: lebih menonjol saat inspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau seksresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah ketika psien duduk.  
2.      Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stress. Penyakit pernapas kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat menkaji reaksi pasien terhadap masalah stress psikososial dan mencari jalan keluarnya.
B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan gangguan saluran pernapasan (oksigenasi) yang mencakup ventilasi, difusi, dan tranposrtasi sesuai dengan klasifikasi NANDA (2005) serta pengembangan dari penulis antara lain:
1.      Bersihkan jalan napas tidak efentif merupakan kondisi individu yang tidak mampu untuk batuk secara efektif.
2.      Kerusakan pertukaran gas merupakan kondisi terjadinya penurunan intake gas antara alveoli dan system vaskuler.
3.      Pola nafa tidak efektif merupakan suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi yang disebabkan perubahan pola napas.
4.      Intoleransi aktivitas merupakan kondisi terjadinya penurunan kapsitas fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau diperlukan.
5.      Penurunan curah jantung merupakan kondisi individu mengalami penurunan jumlah darah yang dipompakan oleh jantung akibat penurunan fungsi jantung.
6.      Risiko terhadap aspirasi merupakan kondisi di mana individu berisiko untuk masuknya secret, benda padat, atau cairan ke dalam saluran trakheobronkhial.
C.    PERENCANAAN
Rencana yang dapat dilakukan untuk mempertahankan respirasi normal yang diadopsi dari beberapa sumber adalah:
1.      Intervensi umum
a.      Posisi
Posisi pasien dengan masalah respiratori biasanya lebih nyaman jika mereka diberikan posisi semi fowler/fowler. Elevasi kepala dan leher akan meningkatkan ekspansi paru-paru dan meingkatkan efisiensi oto pernapasan.
b.      Kontrol lingkungan
Satu-satunya hal penting yang menyebabkan iritasi saluran pernapasan adalah merokok. Pada saat merawat pasien dengan gangguan respiratori, tempatkan pasien pada lingkungan yang bebas polutan.
c.       Aktivitas dan istirahat
Beberapa penyakit akut seperti influenza, memerlukan bedrest selama beberapa hari sebelum dapat beraktivitas normal kembali.
d.      Oral hygine
Banyak pasien yang kesulitan bernapas sehingga meraka bernapas melalui mulut akibatnya mukosa mulut menjadi kering dan berisiko menjadi stomatitis. Batuk sering terjadi dan sputum akan mongering. Oleh karena itu diperlukan oral hygiene untuk pasien dengan masalah respiratori. Pembersihan mulut dapat mengurangi rasa dan bau mulut yang tidak sedap. Penggunaan antiseptic akan menolong mengurangi jumlah kuman pathogen pada rongga mulut, sehingga akan menolong mencegah infeksi.
e.       Hidrasi adekuat
Hidrasi yang optimal berguna untuk mecegah konstipasi dan ketidakseimbangan cairan serta menolong mngencerkan sekresi bronkopulmonal sehingga mudah dikelurkan. Anjurkan psien untuk minum 3000-4000 cc/hari, namun sebelumnya pastikan pasien tidak mempunyai gangguan pada jantung dan ginjal.
f.       Pendegahan dan kontrol infeksi
Superinfeksi tejadi jika penggunaan obat untuk menangani infeksi juga menghancukan flora normal tubuh. Kondisi tersebut mengakibatkan turunnya ketahanan (imunitas) dalam tubuh sehingga pada akhirnya timbul dan berkembang infeksi sekunder atau superinfeksi. Infeksi nosokomial terjadi akibat kontaminasi peralatan yang menunjukkan kesalahan dalam prosedur.
g.      Dukungan psikososial
Dukungan psikososial dengan menurunkan kecemasan pasien sangat penting karena kecemasan akan memperburuk gejala seperti dispnea dan bronkospasme.
2.      Agen Farmakologi Respiratori
a.       Antibiotik
b.      Bronchodilators
c.       Adrenal Glucocoticoids
d.      Antitusiv
e.       Mucolitycs
f.       Antiallergenics
g.      Vasoconstrictor dan decongestan
3.      Terapi Respiratori
Perawat melakukan terapi respiratori dengan memfasilitasi latihan batuk efektif dan napas dalam. Batuk efektif dan napas dalam dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi paru-paru, memobilisasi secret, dan mencegah efek samping dari penumpukan secret. Batuk efektif diperlukan untuk mebersihkan secret dan meningkatkan mekanisme pembersihan dalan napas. Batuk yang tidak efektif akan menyebabkan efek yang merugikan pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis berat, seperti kolaps saluran napas, rupture dinding alveoli, dan pneumotoraks.
4.      Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri atas perkusi dada, vibrasi dada, dan postural drainase. Umunya ketiga metode tersebut digunakan pada posisi drainase paru-paru yang berbeda diikuti dengan napas dalam dan batuk.
5.      Oksigen
Oksigen tambahan diberikan untuk pasien yang mengalami hipoksemia. Oksigen diberikan ketika hipoksemia timbul atau dicurigai akan muncul sehingga jika hipoksemia tertanggulangi maka hipoksia dapat dicegah.
Terdapat tiga indikasi uatama untuk pemberian O2:
a.       Menurunnya arterial blood oxygen
b.      Meningkatnya kerja napas
c.       Dibutuhkan untuk menurunkan kerja myocardial
Meskipun secara umum terapi O2 ini aman digunakan, terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul akibar dari pemberian O2 tambahan yaitu seperti:
a.       Oxygen-induced hypoventilation
b.      Oxygen toxicity
c.       Atelectasis
d.      Ocular damage


sumber:
Somantri, iman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar