A. PENGERTIAN
Bronchitis akut
adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga
sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul
sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik misalnya pada morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronchitis
kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung
lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari
luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan
keadaan yang berkaitan dengan produksi mucus trakheobronkhial yang berlebihan,
sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam
waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun berturut-turut.
Bronchitis kronis
bukanlah merupakan bentuk manahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian,
seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada paenyakit bronchitis
kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus
yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan
yang lebih banyak sehingga akan meperburuk keadaan.
B. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert
Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis.
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi
paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka
paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya
sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi
seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah
faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa –
1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan
secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata
lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Bronkhitis akut
dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang
disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut,
area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding
bronchus.
c. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu
getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan
lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Menurut Gunadi
Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.
Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b.
Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak
sesak
c.
Mungkin disertai nasofaringitis atau
konjungtivitis
d.
Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
C. PATOFISIOLOGI
Serangan
bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan
awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas.
Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau
mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau
paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan
bronchitis disebbabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi
(terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih memengaruhi
jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis,
aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan
bronchitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar
mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan produksi mucus.
b. Mucus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat
menurunkan mekanisme pembersihan mucus.
Pada keadaan
normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut ‘mucocilliary defence’, yaitu system penjagaan paru-paru yang
dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan bronchitis akut, system mucocilliary sefence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar dan
jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga
menyebabkan dinding bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali
ketebalan normal), dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental dari
dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak
akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar. Bronchitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronchus besar, namun
lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mucus yang kental
dan pembesaran bronchus akan mengobtruksi jalan napas terutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolus, hipoksia dan asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2,
jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan
PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO2
sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagian kompensasi dari hipoksemia,
maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan). Virus : (penyebab
tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia -
Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan
- Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari -
Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer -
Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri
subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru
segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno
Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).
Pada saat penyakit
bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya
karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV
dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
D. MANIFESTASI KLINIK
a.
Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema
(akibat CHF kanan), dan barrel chest.
b.
Usia: 45-65 tahun
c.
Pengkajian:
·
Batuk persisten,produksi sputum seperti kopi,
dispnea dalam beberapa keadaan, variable wheezing pada saat ekspirasi, serta
seringnya infeksi pada system repirasi
·
Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d.
Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan
Hematokrit > 60%.
e.
Riwayat merokok positif (+).
E. MANAJEMEN MEDIS
Pengobatan utama ditujukan untuk
mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronchial menjadi
jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a.
Antimicrobial
b.
Postural drainase
c.
Bronchodilator
d.
Aerosolized
Nebulizer
e.
Surgical
Intervention
F. KOMPLIKASI
a.
Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung
menjadi Bronkitis Kronik
b.
Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi,
tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan
Pneumonia
c.
Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang
infeksi
d.
Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan
atelektasisi atau Bronkietaksis.
G. ASUHAN KEPERAWATN
a. Pengkajian
a)
Aktivitas/istirahat
Gejala
|
:
|
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur,
Dispnoe pada saat istirahat.
|
Tanda
|
:
|
Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan
umum/kehilangan massa otot.
|
b)
Sirkulasi
Gejala
|
:
|
Pembengkakan pada ekstremitas
bawah.
|
Tanda
|
:
|
Peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent,
Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat
menunjukkan anemi.
|
c)
Integritas Ego
Gejala
|
:
|
Peningkatan faktor resiko,
Perubahan pola hidup
|
Tanda
|
:
|
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
|
d)
Makanan/cairan
Gejala
|
:
|
Mual/muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan,
peningkatan berat badan.
|
Tanda
|
:
|
Turgor kulit buruk, edema dependen,
berkeringat, penurunan berat badan, palpitasi abdomen.
|
e)
Hygiene
Gejala
|
:
|
Penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan
|
Tanda
|
:
|
Kebersihan buruk, bau badan.
|
f)
Pernafasan
Gejala
|
:
|
Batuk menetap dengan produksi
sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
|
Tanda
|
:
|
Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot
bantu pernafasan, bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas
ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis
bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
|
g)
Keamanan
Gejala
|
:
|
Riwayat reaksi alergi terhadap
zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya infeksi.
|
h)
Seksualitas
Gejala
|
:
|
Penurunan libido
|
i)
Interaksi social
Gejala
|
:
|
Hubungan ketergantungan, kegagalan
dukungan/terhadap pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik
|
Tanda
|
:
|
Ketidakmampuan untuk mempertahankan
suara karena distress pernafasan. Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian
hubungan dengan anggota keluarga lain.
|
b. Pemeriksaan Diagnostik
a)
Sinar x
dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b)
Tes fungsi
paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan
derajat disfungsi.
c)
TLC:
Meningkat
d)
Volume
residu: Meningkat.
e)
FEV1/FVC:
Rasio volume meningkat.
f)
GDA:
PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g)
Bronchogram:
Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus
mukosa.
h)
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi patogen.
i)
EKG :
Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j)
Analisa gas darah memperlihatkan penurunan
oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
k)
Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah
merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit
berwarna kebiruan.
c. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini
tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada
waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada
waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda –
tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak
jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang
disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
d. Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines
terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah
e. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sekret.
2.
Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.
Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi,
mukus.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya
sekret, proses penyakit kronis.
f. Intervensi
1.
Diagnosa
I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi bunyi nafas.
|
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
|
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
|
Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
|
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
|
Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe
dan menurunkan jebakan udara.
|
Observasi karakteristik batuk
|
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya
pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
|
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
|
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret
mempermudah pengeluaran.
|
2.
Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
|
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan
kronisnya proses penyakit.
|
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea
dan kerja nafas.
|
Auskultasi bunyi nafas.
|
Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara
atau area konsolidasi.
|
Awasi tanda vital dan irama jantung
|
Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah
dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
|
Awasi GDA
|
PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
|
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
|
Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
|
3.
Diagnosa
3 : Pola nafas tidak efektif
b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
|
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan
teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
|
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
|
memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa
distres berlebihan.
|
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafsan jika
diharuskan
|
menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
|
4.
Diagnosa
4 : Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan b.d dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kebiasaan diet.
|
Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena
dispnea, produksi sputum.
|
Auskultasi bunyi usus
|
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
|
Berikan perawatan oral
|
Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang
dapat membuat mual dan muntah.
|
Timbang berat badan sesuai indikasi.
|
Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
|
Konsul ahli gizi
|
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan
individu memberikan nutrisi maksimal.
|
5.
Diagnosa
5 : Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan
menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
Tujuan : mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi suhu.
|
Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
|
Observasi warna, bau sputum
|
Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
|
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
|
mencegah penyebaran patogen.
|
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
|
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
|
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
|
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kultur.
|
g. Implementasi
Pada tahap ini
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
h. Evaluasi
Pada tahap akhir
proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang
diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan
proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon
pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien
yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas
meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar