Rabu, 05 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT BRONKITIS


A.    PENGERTIAN
Bronchitis akut adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mucus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk manahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada paenyakit bronchitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan meperburuk keadaan. 
B.     ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a.      Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.      Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
c.       Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.      Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.       Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Bronkhitis akut dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a.      Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b.      Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
c.       Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
d.      Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.       Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b.      Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c.       Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d.      Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
C.    PATOFISIOLOGI
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebbabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi (terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami:
a.      Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan produksi mucus.
b.      Mucus lebih kental
c.       Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme pembersihan mucus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut ‘mucocilliary defence’, yaitu system penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan bronchitis akut, system mucocilliary sefence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental dari dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mucus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobtruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia dan asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2, jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO2 sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagian kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan). Virus : (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
D.    MANIFESTASI KLINIK
a.       Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
b.      Usia: 45-65 tahun
c.       Pengkajian:
·        Batuk persisten,produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam beberapa keadaan, variable wheezing pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada system repirasi
·        Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d.      Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan Hematokrit > 60%.
e.       Riwayat merokok positif (+).
E.     MANAJEMEN MEDIS
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a.       Antimicrobial
b.      Postural drainase
c.       Bronchodilator
d.      Aerosolized Nebulizer
e.       Surgical Intervention
F.      KOMPLIKASI
a.       Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b.      Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c.       Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d.      Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis.
G.    ASUHAN KEPERAWATN
a.      Pengkajian
a)      Aktivitas/istirahat
Gejala
:
Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda
:
Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b)      Sirkulasi
Gejala
:
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda
:
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.

c)      Integritas Ego
Gejala
:
Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup
Tanda
:
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d)     Makanan/cairan
Gejala
:
Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda
:
Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, palpitasi abdomen.
e)      Hygiene
Gejala
:
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda
:
Kebersihan buruk, bau badan.
f)       Pernafasan
Gejala
:
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda
:
Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
g)       Keamanan
Gejala
:
Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya infeksi.
h)      Seksualitas
Gejala
:
Penurunan libido
i)        Interaksi social
Gejala
:
Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik
Tanda
:
Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan. Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
b.      Pemeriksaan Diagnostik
a)      Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b)      Tes fungsi paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
c)      TLC: Meningkat
d)     Volume residu: Meningkat.
e)      FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.
f)       GDA: PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g)      Bronchogram: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
h)       Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
i)        EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j)        Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
k)      Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
c.       Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
d.      Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah
e.       Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.
2.      Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.      Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5.      Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
f.       Intervensi
1.      Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan    : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi nafas.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.

Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.

2.      Diagnosa 2          : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan                : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
 adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.

Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3.      Diagnosa 3          : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan                : Perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi
Rasional
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafsan jika diharuskan
menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
4.      Diagnosa 4          : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe,
 anoreksia, mual muntah.
Tujuan                  : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi
Rasional
Kaji kebiasaan diet.
Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
5.      Diagnosa 5          : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan                : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi
Rasional
Awasi suhu.
Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
Observasi warna, bau sputum
Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

g.      Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
h.      Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien  terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar