Rabu, 12 Oktober 2011

LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA


LAPORAN PENDAHULUAN
EMFISEMA PARU-PARU


1.      Definisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dappat dikatakan bahwa tidak termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘ovirinflation’.
2.      Pathogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu:
a.       Hilangnya elastisitas paru-paru
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran napas kecil dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya, kanntung alveolus kehilangan elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang lainnya kemungkinan menjadi membesar.
b.      Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c.       Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d.      Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan menyebabkan kolapsnya jalan napas.
3.      Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema:
a.       Emfisema Panlobular (panacinar)
yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
b.      Emfisema Sentrilobular (sentroacinar)
yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
c.       Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
4.      Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan.
Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme katup penghentian: Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih  penimbunan udara di alveolus menjadi bertambah®sukar dari pemasukannya  di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
5.      Mekanisme Penyakit
 mekanisme timbulnya emfisema
6.      Manifestasi Klinik
a.       Penampilan umum
-          Kuruus, warna kulit pucat, dan flattened hemidiafragma
-          Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir
b.      Usia 65-75 tahun
c.       Pengkajian fisik
-          Napas pendek persisten dengan peningkatan dispnea
-          Infeksi system repirasi
-          Pada auskultasi terdapat penurunan suara napas meskipun dengan napas dalam
-          Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas
-          Jarang produksi sputum dan batuk
d.      Pemeriksaan jantung
-          Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir
-          Hemtokrit < 60%
e.       Riwayat merokok
Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.
7.      Manajemen Medis
Penatalaksanaan uatama pada pasien dengan emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas yang berguna untuk mengatasi hipoksia. Pendekatan terapi mencakup:
a.       Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas
b.      Mencegah dan mengobati infeksi
c.       Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru-paru
d.      Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernapasan
e.       Dukungan psikologis
f.       Pendidikan kesehatan pasien dan rehabilitasi
Jenis obat yang diberikan:
a.       Bronkodilator
b.      Terapi aerosol
c.       Pengobatan infeksi
d.      Kortikosteroid
e.       Oksigenasi
Sumber:
Somantri, irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar