Rabu, 19 Oktober 2011
Rabu, 12 Oktober 2011
SOAL-SOAL PPOM
1. Apa yang dialami pasien jika dia mengidap bronkhitis kronis?
2. Apa perbedaan obat yang diberikan pada asma dan enfisema?
3. Bagaimana terjadinya seseorang bisa mengalami asma?
4. Diagnosa keperawatan apa saja yang akan muncul pada kasus asma?
5. Jelaskan perjalan masuknya udara, jika seseorang tersebut asma?
6. Bagaimana cara penanganan gangguan pernapasan pada asma?
7. Apa perbedaan bronkhitis dan asma?
8. Bagaimana manajemen medis untuk menangani brokhitis? jelaskan!
9. Apa perbedaan bonkhitis akut dan kronis?
10. Jelaskan patofisiologi terjadinya bronkhitis?
11. Sebut dan jelaskan tipe-tipe emfisema?
12. Mengapa hanya umur 65-75 tahun yang bisa mengidap emfisema?
13. Bagaimana etiologi emfisema?
14. Jelaskan pedekatan terapi pada penyakit emfisema?
15. Jelaskan perubahan patologik yang timbul pada pasien emfisema?
2. Apa perbedaan obat yang diberikan pada asma dan enfisema?
3. Bagaimana terjadinya seseorang bisa mengalami asma?
4. Diagnosa keperawatan apa saja yang akan muncul pada kasus asma?
5. Jelaskan perjalan masuknya udara, jika seseorang tersebut asma?
6. Bagaimana cara penanganan gangguan pernapasan pada asma?
7. Apa perbedaan bronkhitis dan asma?
8. Bagaimana manajemen medis untuk menangani brokhitis? jelaskan!
9. Apa perbedaan bonkhitis akut dan kronis?
10. Jelaskan patofisiologi terjadinya bronkhitis?
11. Sebut dan jelaskan tipe-tipe emfisema?
12. Mengapa hanya umur 65-75 tahun yang bisa mengidap emfisema?
13. Bagaimana etiologi emfisema?
14. Jelaskan pedekatan terapi pada penyakit emfisema?
15. Jelaskan perubahan patologik yang timbul pada pasien emfisema?
LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA
LAPORAN PENDAHULUAN
EMFISEMA PARU-PARU
1. Definisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan
paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai
destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dappat dikatakan
bahwa tidak termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai
adanya destruksi jaringan. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘ovirinflation’.
2. Pathogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada
pasien emfisema, yaitu:
a.
Hilangnya elastisitas paru-paru
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan
saluran napas kecil dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya,
kanntung alveolus kehilangan elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi
kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang lainnya
kemungkinan menjadi membesar.
b.
Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat
kembali ke posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c.
Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk
suatu bullae (ruangan tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat
dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d.
Kolapsnya jalan napas kecil dan udara
terperangkap
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan
positif intratoraks akan menyebabkan kolapsnya jalan napas.
3. Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema:
a.
Emfisema Panlobular (panacinar)
yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar,
dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan
sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi
dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
b.
Emfisema Sentrilobular (sentroacinar)
yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus
sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan
rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan
CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan.
Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
c.
Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi
blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
4. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan
paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat
bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan
obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus
atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih
sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara
yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian
paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini
diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri
terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat
sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan.
Selain itu dapat juga disebabkan stenosis
bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme
katup penghentian: Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi bertambah®sukar
dari pemasukannya di sebelah distal dari
paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran
nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru
normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur
yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan
yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung
radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di
alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat
merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel
asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa
bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi
mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan
lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan
aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung
maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi
pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga
terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
5. Mekanisme Penyakit
mekanisme timbulnya emfisema
6. Manifestasi Klinik
a.
Penampilan umum
-
Kuruus, warna kulit pucat, dan flattened hemidiafragma
-
Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen
pada stadium akhir
b.
Usia 65-75 tahun
c.
Pengkajian fisik
-
Napas pendek persisten dengan peningkatan
dispnea
-
Infeksi system repirasi
-
Pada auskultasi terdapat penurunan suara napas
meskipun dengan napas dalam
-
Wheezing ekspirasi
tidak ditemukan dengan jelas
-
Jarang produksi sputum dan batuk
d.
Pemeriksaan jantung
-
Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal
timbul pada stadium akhir
-
Hemtokrit < 60%
e.
Riwayat merokok
Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi
tidak selalu ada.
7. Manajemen Medis
Penatalaksanaan uatama
pada pasien dengan emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup,
memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran
napas yang berguna untuk mengatasi hipoksia. Pendekatan terapi mencakup:
a.
Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan
menurunkan kerja napas
b.
Mencegah dan mengobati infeksi
c.
Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan
meningkatkan ventilasi paru-paru
d.
Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan
untuk memfasilitasi pernapasan
e.
Dukungan psikologis
f.
Pendidikan kesehatan pasien dan rehabilitasi
Jenis obat yang diberikan:
a.
Bronkodilator
b.
Terapi aerosol
c.
Pengobatan infeksi
d.
Kortikosteroid
e.
Oksigenasi
Sumber:
Somantri, irman. 2008. Keperawatan Medikal
Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronkhial
Asuhan
Keperawatan pada Pasien Asma Bronkhial
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar dalam asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Tujuan dari pengkajian ini adalah sebagai gambaran tentang keadaan
klien yang memungkinkan bagi perawat untuk merencanakan asuhan keperawatan. Adapun data yang di dapat dari hasil
pengkajian adalah :
a.
Data biografi
Data dasar adalah merupakan identitas
klien yang meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat dan lain-lain.
b.
Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah sakit
seperti yang dialami saat ini dan klien pernah dirawat juga sebelumnya dan juga
apakah klien pernah menjalani operasi dan penyakit apa yang sering diderita
klien.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien ada yang memiliki
penyakit terutama penyakit pernafasan.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berupa keluhan utama atau keadaan yang
ditemukan saat melakukan pengkajian. Apakah klien merasakan sesak nafas, ada
batuk dan lain-lain
4) Riwayat kesehatan lingkungan
Bagaimana kebersihan dan kemungkinan
bahaya di tempat.tinggal klien
c.
Keadaan psikososis
Meliputi suasana hati, persepsi
terhadap penyakit, karakter, perkembangan mental, kepekaan terhadap lingkung,
daya konsentrasi, sosialisasi, keadaan emosional, mekanisme koping.
d.
Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi adanya dyspnea,retraksi otot
bantu nafas,apakah ada penurunan bunyi nafas,tachipnea.
2) obsevasi adanya gejala-gejala pada penyakit
asma.
e.
Kebiasaan sehari-hari
Mulai dari aktifitas sehari-hari, pola
nutrisi, pola minum, pola eliminasi, pola istirahat tidur, pola personal hygine
diwaktu sehat dan sakit serta pola pekerjaan, pola rekreasi, pola kebiasaan
tambahan seperti merokok, minum alkohol, dan obat-obatan, pola komunikasi
keluarga, sosialisasi mayarakat, spritual serta harapan klien terhadap perawat.
f.
Program dokter meliputi diit, obatan
yang digunakan.
g.
Hasil pemeriksaan diagnosis seperti
laboratorium, AGD, rontgen, dan EKG.
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul ,menurut Brunner,
2001, 606.
a.
Kerusakan pertukaran gas b.d. gangguan
suplai oksigen (Marilynn E. Doenges 1999 : 158).
b.
Pola pernapasan tidak efektif b.d.
napas pendek, lendir, bronkokonstruksi dan iritan jalan nafas (Suzanne C.
Smeltze dkk, 2001 : 601)
c.
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d.
bronkokonstriksi, peningkatan sekresi, penurunan mekanisme venntilasi dan
oksigensi.
d.
Nyeri (akut) b.d proses patokfisiologi penyakit paru
obtruksi menahun.
e.
Defisit perawatan diri b.d keletihan
sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan ingufiensi, ventilasi dan
oksigenasi.
f.
Intoleransi aktivitas akibat keletihan,
hipoksimia, dan pola pernapasan tidak efektif.
g.
Koping individu tidak efektif b.d.
kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidak
mampuan untuk bekerja.
h.
Difisit pengetahuan tentang prosedur
perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.
Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Sesak berkurang
• Batuk berkurang
• Klien dapat mengeluarkan sputum
• Wheezing berkurang/hilang
• TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
• Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
• Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
• Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
• Berikan air hangat.
R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
• Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Sesak berkurang
• Batuk berkurang
• Klien dapat mengeluarkan sputum
• Wheezing berkurang/hilang
• TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
• Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
• Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
• Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
• Berikan air hangat.
R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
• Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Pola nafas efektif
• Bunyi nafas normal atau bersih
• TTV dalam batas normal
• Batuk berkurang
• Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
• Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
• Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
• Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
• Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
• Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
• Kolaborasi
o Berikan oksigen tambahan.
o Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Pola nafas efektif
• Bunyi nafas normal atau bersih
• TTV dalam batas normal
• Batuk berkurang
• Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
• Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
• Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
• Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
• Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
• Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
• Kolaborasi
o Berikan oksigen tambahan.
o Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
• Keadaan umum baik
• Mukosa bibir lembab
• Nafsu makan baik
• Tekstur kulit baik
• Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
• Bising usus 6-12 kali/menit
• Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
• Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
• Timbang berat badan dan tinggi badan.
R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
• Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
• Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
• Kolaborasi
o Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
o Berikan obat sesuai indikasi.
o Vitamin B squrb 2×1.
R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
o Antiemetik rantis 2×1
R/ untuk menghilangkan mual / muntah.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
• Keadaan umum baik
• Mukosa bibir lembab
• Nafsu makan baik
• Tekstur kulit baik
• Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
• Bising usus 6-12 kali/menit
• Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
• Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
• Timbang berat badan dan tinggi badan.
R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
• Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
• Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
• Kolaborasi
o Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
o Berikan obat sesuai indikasi.
o Vitamin B squrb 2×1.
R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
o Antiemetik rantis 2×1
R/ untuk menghilangkan mual / muntah.
Langganan:
Postingan (Atom)